Sabtu, 02 November 2019

temanku kuat sekali

Ada seseorang yang kau hindari hanya karena prasangka.
Seseorang yang kamu cemburui karena menurutmu dia mendapatkan sesuatu yang tidak kau dapatkan
Ada seseorang yang tengah berputar dalam pikirannya, ini dan itu, dihadapanmu. Tapi rasanya dirimu tak terlibat disana. Pun, terlalu berpihak pada ego untuk tak melibatkan diri.
Lalu,dengan teganya kau biarkan dia bersusah payah, berlelah lelah semalaman. Mungkin dia masuk angin, atau banyak rencananya yang terhimpit karena amanahnya belum selesai disini dan disitu.
Mungkin juga dia berkali-kali terganggu dan tersita waktunya hanya untuk memikirkan ini dan itu, yang sejatinya amanah-amanah itu memudahkan amanah-amanah yang kau pikul.

Kau sejenak berpikir, ah memang itu bagiannya. memang itu tugas dia, dia bisa melakukannya tanpamu. Dan prasangka itu diperkuat dengan enggannya dirimu untuk bertanya lebih dulu apa yang tengah ia tanggung detik itu, "ah, sepertinya dia mampu menyelesaikannya tanpaku. Buktinya dia masih lancar saja mengurusi ini itu" pikirmu. Lalu akhirnya kau ambil keputusan untuk tidak perlu terlalu banyak mengarahkan, meskipun kamu sangat ingin mengerjakan ini itu yang belum dilakukan olehnya.

Atau bahkan, ketika tugasmu pun diselesaikan olehnya. Apa yang kau rasakan ? entahlah.. sejenak sepertinya kau merasa payah, karena sesederhana tugas itu saja menjadi runyam akhirnya. Tapi disisi lain, egomu berkata "ah kan, itu bagianku. lihat, kini dia selesaikan sendiri. tidak suka, aku tidak suka".

Padahal, bukankah kamu pernah berada diposisinya ? Ketika runyamnya pikiranmu melebihi bola kusut yang bahkan untuk bercerita dan meminta bantuan pun perlu mengumpulkan energi yang lebih.. Bukankah pada saat saat itu, yang kau lakukan hanya mengeluh dan mengeluh ? pantas saja  orang lain tidak mengerti apa yang bisa mereka lakukan, karena saat itu kau sudah tepar terlelah-lelah,tidak sempat cerita. Lalu esoknya, terburu-buru kembali memulai hari. Ah, kau harusnya sudah lebih paham,Ci.

Maaf, tapi ternyata aku lakukan itu padamu kemarin,teman.
Atas kesempitan kesabaranku, dangkalnya pemahamanku, pendeknya pemikiranku, dan besarnya egoku, sampai-sampai setega itu rasanya kulakukan itu padamu.
Aku menarik diri, membiarkanmu bersibuk-sibuk ria, memusingkan ini itu. Karena ketika aku terlibat, justru aku melukaimu dengan kata-kataku, dalam percakapan sederhana berujung perdebatan. Ah, dasar. Memang aku payah mengontrol kata-kataku.
Aku pun payah untuk menurunkan egoku, hanya untuk sekedar bertanya, apa yang bisa aku lakukan untukmu.
Aku payah untuk sekedar menyediakan telinga dan waktu untuk mendengarmu.
Aku payah.
Aku payah.

Atas amanah pertama ini, aku sangat minta maaf. Sangat. Aku memang tipe mendominasi, sok mengatur, kadang melangkahi. Tapi akupun sadar bahwa itu salah. Dan langkah selanjutnya justru lebih salah lagi kulakukan, dengan menarik diri. Tidak mengulurkan bantuan. Maaf..

Hari ini, aktualisasi dari berpekan-pekan koordinasi kita. Dan mungkin saja, jika aku yang berada dalam posisimu selama ini, aku tidak akan mampu.
Makasih ya zid, sudah berbesar hati memahamiku.


-Sekretaris TM,setelah Seminar Qur'an-
2/11/2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar