Sabtu, 26 September 2020

Mengaumlah!

 singa Allah


sudah jelas bukan? kini kau tahu, kalau keberanian itu bekan sekadar kehadiran dan kesediaan. keberanian juga termasuk bagaimana kamu berani mengatur dirimu sendiri. 

beranilah karena kamu benar
beranilah karena itu menghiasi sikapmu
beranilah karena janji Allah menantimu!

mengaumlah, sekeras sumayyah yang bertahan dalam siksaan
mengaumlah, seteguh asiyah menghadapi kekuasaan suaminya yang merasa menjadi tuhan

berdirilah dengan tegap, karena ada yang haru diperjuangkan
berdirilah dengann teguh, karena kita tahu, tentaraNya selalu menolong kita dengan kekuatan yang tidak terlihat
berdirilah, karena jika tidak maka kau akan tergantikan

catatan :
pilar-pilar keberanian :
1. Menyakini Allah Yang Maha Kuat
bahkan api tidak akan membakarmu, karena kamu dan api sama sama hamba Allah
2. Menaklukan rasa takut
tidak ada ketakutan yang lebih besar selain takut kepada Allah. kita punya Allah, dan semuanya ada dalam genggamanNya
3. Mewarisi hal yang baik
anak cucu kita berhak menikmati apa yang kita nikmati saat ini. mereka berhak berbangga atas kejayaan kita saat ini. bangkitlah untuk mewarisi hal yang baik.
4. Sabar
beranilah, dan istiqomahlah. sejujurnya jika kita sadar, apa apa yang kita rasakan ini belum ada apa apanya dibanding dengan apa yang dihadapi orang terdahulu.
5. berharap balasan dari Allah

berani, akrena kita tahu semuanya akan Allah balas dan kita akan meraih surgaNya. 


tak ada alasan untuk takut, karena janji Allah pasti ditepati.

berani, yang bukan nekat. berani yang tertata, berani yang penuh perhitungan.

maka setelahnya, kau akan dapati dirimu dalam keberanian :

akan kau lihat dirimu yang tangguh, tahan banting, berdaya tahan besar. kuat menghadapi kesulitan.

akan kau temui dirimu yang siap menghadapi resiko ketika berterus terang pada kebenaran.

akan kau sadari ketangguhanmu menjaga keselamatan rahasia yang dititipkan padamu.

akan kau pahami dan kau lapangkan hatimu karena sudah mengakui kesalahan diri sendiri.

akan kau tatap dirimu dalam dalam ketika sudah tak ada lagi keangkuhan dan subejktifitas penilaian atas dirimu sendiri. sudah paham bahwa amanah yang besar tidak akan bisa diselesaikan dengan tanganmu yang lemah itu. kau butuh jamaah.

dan akan kau saksikan, bahwa amarahmu takluk oleh dirimu sendiri di medan laga perjuangan menahannya ketika emosi memuncak. karena kau segera sadar, bahwa dirimu tengah ditunggangi oleh setan dan kau dapat mampu mengendalikan dirimu atasnya.

maka keberanian itu akan menjadi hiasan terbaik pancaran karaktermu. maka aumanmu akan menjadi auman yang kaut dan menguatkan, auman yang membuat singa-singa lain mengaum. dan gema gema auman itu menyadarkan kaki-kaki untuk mulai melangkah.

mengaumlah, mengaumlah!

dan lalu aku tertampar

 singa Allah

ternyata aku juga pengecut. ternyata aku juga lemah. tenryata ujian itu datang berlapis-lapis.

kumpul pagi ini menyindirku sungguh dalam. 

bukankah singa tidak pernah mengaum untuk menunjukkan kekesalannya? bukankah singa tidak mengganggu semut kecil yang menghalangi jalannya? bukankah aumannya ditujukan untuk sesuatu yang lebih besar? tantangan yang lebih besar?

apa bedanya aku dengan dirimu yang hilang? kita sama sama lemah. kamu lemah untuk kembali, dan aku lemah untuk menahan luapan emosiku karena kau tak kunjung kembali. dan ketika kau kembali, rasanya seperti aku baru saja kalah. aku baru saja meluapkan banyak hal, aku baru berpuas-puas diri menceritakan banyak kesalahanmu yang ternyata menjadi ujian bagiku. lalu kini, yang menang siapa? kamu berhasil melawan diri sendiri dengan kembali, dan aku? aku terlanjur basah oleh amarah semalam.

harusnya kembalimu menjadi pembasuh penantian, harusnya kembalimu menjadi sesuatu yang melepas dahagaku. tapi kini rasanya aku malu. aku malu karena telah melempar banyak sekali prasangka buruk padamu. padahal semua itu seharusnya sebisa mungkin kutahan dalam dalam. ternyata singa sekuat dan seberani itu.

disitu nilai sabarnya

 singa Allah



aku tidak mengerti. bukankah aku mengenalmu dengan cukup baik? aku bahkan kini tahu, ketika kau sedang tidak ingin mengurusi ini dan itu, ternyata sebegitu merepotkan ini. padahal seakan rasanya semesta berputar pada porosmu. dan ketika kau berhenti, lalu bagaimanalah? semua seperti efek domino yang merusak banyak sistem dibawahnya. sesederhana kamu berhenti saja, banyak sekali langkah orang lain yang berhenti.

aku sampai tidak habis pikir, tantang apa yang kau pikirkan. lalu lagi-lagi pikiranku kembali pada praduga, bahwa apa iya kamu tidak mengerti, apa iya kamu sebenarnya tidak setangguh singa padang pasir? apakah iya setiap manusia memang ada masanya, dan saat ini memang Allah telah tetapkan hatimu sedemikian rupa? utnuk apa? apakah dengan begitu, orang lain akan mengambil alih kemudimu? bukankah semua ini akan tetap berjalan, ada atau tidaknya kita didalamnya?

aku mengenalmu, aku mengenal semangatmu, aku tahu kamu tidak baik-baik saja!

dan ketika semua ini cukup jelas kurangkai, sepertinya aku sadar, mungkin saja sebenarnya ini cara Allah mengujiku denganmu. menguji nilai sabarku. tak sampai hati aku jika membencimu, aku hanya tidak habis pikir atas perubahanmu saat ini. tapi, sebaik apapun seseorang, kini aku tahu, Allah yang mengatur segalanya.

dan Allah tahu kapan harus mengembalikan dirimu seperti semula. disaat aku sudah diujung, ternyata kamu kembali. ternyata ujianku tidak sebesar menghadapi bala tentara firaun dan hamparan laut merah. ternyara ujianku tidak sememilukan menggores luka menyembelih anak sendiri, atau ditinggalkan suami ditengah padang pasir tak bertepi. ternyata ujianku adalah diammu. diammu yang membuatku kewalahan meredam banyak sekali roda yang ikut berhenti. semoga disitu aku mendapat nilai sabarnya.

tidak bisa tidak peduli

 Singa Allah


akhir-akhir ini aku sering sekali menilai seseorang dengan sifatnya ketika orang tersebut hilang.

apa iya, bisa disebut laki-laki ketika dia menghindari tanggung jawab? apa iya dia amanah, ketika dia melalaikan apa-apa yang ada dalam menggaman tangannya? atau sebenarnya, aku saja yang telalu menuntut dan kurang bersabar?

saat itu aku sudah hampir menyerah dan tidak ingin lagi mengurusi semua hal ini. bagaimanalah, ketika tidak ada kejelasan yang dihasilkan karena semakin lama mengulur waktu? bukankah lelah sekali menunggu kepastian. ingin sekali kukatakan, begitu pengecutnya dan muaknya aku dengan sikap 'take time' seperti ini. itu hanya salah satu pemakluman yang maknanya sama saja, menghilang.

sejujurnya akupun manusia, cukup mengerti bahwa hidup kita tidak 24 jam berada pada jalan yang sama dan mengurusi hal yang sama. tetapi apakah tidak bisa dirimu mengabarkan, agar tidak perlu orang-orang kerepotan mencarimu.

karena sejujurnya, aku tidak bisa berhenti untuk peduli. aku tidak bisa untuk tidak peduli.



Jumat, 18 September 2020

jamu

 jamu ini  pahit. aku selalu menegaknya cepat-cepat. habis tak bersisa,lalu terburu-buru meminum jamu di gelas sebelahnya. jamu yang manis. 

kali ini kulihat sendok, kuambil jamu pahit itu sesendok demi sesendok. menikmati pahitnya. merasakan segar yang mengalir dan aroma yang khas. kusendok lagi sekali


, kurasakan beragam rasanya. rasa yang selama ini baru kusadari,ternyata tidak hanya pahit, tapi juga segar dan nikmat. tapi pasti, tetap pahit.

aku tahu, kamu sedang tidak ingin minum jamu pahit itu. tapi pilihanmu membuatku menikmatinya perlahan. semakin lama kamu mendiamkan, semakin panjang pula waktuku meminumnya. menikmati betapa pahitnya semua ini.

lalu kapan kita bisa meminum jamu yang manis itu? jamu manis tidak pernah kemana-mana. dia tidak akan menjauh,atau bahkan menghilang dari jamu pahit.tidak akan hanya ada pahit saja, selalu ada manis didekatnya. karena mereka diciptakan dengan berpasangan. tidak akan  selamanya kesulitan ini kita rasakan, karena selalu ada kemudahan disebelahnya.

innama al usri yusro.

jadi bagaimana kita bisa rasakan manis, kalau pahit tidak kita lewati?


Jamu pahit, aku ingin merasakannya dalam-dalam.

jamu manis, dengan porsi yang sedikit.