Kamis, 04 April 2019

tempe 1000 dan buavita

tempe 1000 dan buavita


sore itu maskam ramai. pradugaku, dia disana. diantara lantunan yang kudengar.
semakin merasa hina, seperti biasa.

detik itu, aku tahu. aku sudah menyakiti satu ahti. dan entah itu akan membekas sedalam apa.
detik itu, aku cemburu. sangat. pada hidayah yang orang lain dapatkan.
detik itu, rasanya aku cangkang indah yang rapuh.

aku pulang, dengan tidak sadar terus berada dalam pikiran tentangnya.
dan sama sekali tidak menduga akan bertemu dengannya.

kesempatan itu memang ada, dan bisa diambil.
tapi bisa juga ditolak.
dan setan bekerja disini.

setelah mengambil sepeda, keluar gang menuju persimpangan jalan. di warung sembako itu seseorang berdiri, dengan gelang khas yang membuatku mengenalinya.

jangan tanya otakku, dia sedang menyingkronkan.
jangan tanya hatiku, dia pasti berkata iya.
tanya imanku ? malu sangat.

dan secepat itu, aku memberhentikan diri. membiarkan seolah2 ini sebuah ketidaksengajaan. aku mengambil kesempatan itu.

hanya 80% memang pradugaku, tapi aku memberhentikan sepeda di warung makan sebelahnya dan turun, mendekat ke meja saji, berbicara pada penjual setelah merogoh saku yang hanya ada uang 1000 rupiah.

aku menyadari dia melihatku, karena aku memang berencana menunduk. dan betapa malunya ketika hanya ada 1000 di sakuku ._. masa iya aku balik badan lalu pinjam uang ? jelas2 aku pura2 tidak tahu itu dia.

akhirnya, uang 1000 ditukar tempe.
berbalik badan dan aku sempat berpikir akan mengatakan apa.

kau tau bagaimana tampangnya saat itu ?
terheran heran sebenarnya aku.

seakan dia sengaja menunggu disana, diatas motornya, meminum buavita yang ia beli. terseyum kedepan. dan ketika aku datang, dia menengokkan kepalanya, masih dengan senyum yang sebelumnya dia siapkan.

aku ? ihh, apaan sih ini anak.
pertahananku cukup kuat. aku bisa mengendalikan diri dihadapannya. aku tidak kalah dengan senyum itu. aku tidak skakmat !

sepersekian detik hanya saling melihat, lalu aku melepas pandangan sambil menyapanya.
"oy, ... ko baru pulang" yang sepertinya dia tidak dengar karena aku pakai masker.

lalu dia bertanya,
"dimana sih kosnya ? di dama ?"

"engga" kubilang, bersamaan dengan dia yang memastikan ulang "ha?"

"enggaa, aku belok kiri"

...

naik sepeda, dan siap siap jalan.
"duluan ya, assalamualaikum"
tidak memastikan apakah terjawab atau tidak.

cukup.

pertama, dia berarti melihatku naik sepeda.
dua, aku gatau apa yang dia liat
tiga, aku malu


aaaak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar