Jumat, 26 April 2019

Bicara

Sosok dihadapannya tahu, bahwa dirinya tengah berpikir. Mencari definisi yang tepat untuk menggambarkan situasi yang dihadapinya saat ini. Tidak, dia bukan gadis remaja yang tak tahu maksud dari kedatangan sosok dihadapannya dengan jarak sedekat ini. Jelas gadis ini tahu persis apa yang sosok dihadapannya ini inginkan.

untuk beberapa detik berlalu, buku dihadapannya menjadi menyelamat keadaan. Ditambah raut wajah fokus dan jemari tangan yang memainkan ujung atas lembar kertas. sempurna menyelamatkan si gadis untuk beberapa saat.

nampaknya, sosok dihadapannya pun mulai gusar. menimbang keadaan, tetap melaju atau dibatalkan saja niat itu. bergerak ke sisi lain meja, membunuh waktu atas kekakuan yang terjadi. membuka-buka isi buku, seakan mencari tahap selanjutnya yang harus dilakukan.

"ayo tebak, siapa istri Rasulullah SAW yang merupakan anaknya Umar bin Khatab ?"

"ngg.... Asma! (eh bukan. Asma kan anak Abu Bakar.) Shafiyyah! (kok kaya bukan ya.)
Ah iya, Hafsah! Hafsah binti Umar bin Khatab. Sayyidah tegar dan kuat, seperti ayahnya"

"sebentar ya aku cek catatanku dulu.. Iya benar, Hafsah."

hmm.. tersungging senyum.

Satu-Nol. Dia berhasil,
ntuk mengajakku bicara.

ceritanya belum selesai

Mereka berada dalam posisi masing2, dengan ritmenya masing2. saling melihat, saling mengetahui.
dengan jarak yang pas, masih terasa hangatnya, namun tidak saling membakar. masih terasa teduhnya, tapi tidak melalaikan.

senyuman itu kadang memiliki dua arti, pandangan yang saling menghormati, dan kondisi yang menantang hati. memaksamu memilih ; mengambil celah dan menikmatinya atau bertahan untuk janji di masa depan.

mereka sudah belajar, menyatukan irama ternyata sesulit itu, ada hal yang perlu dipangkas dari keduanya. untuk mengerti dan memahami.

itu yang mereka pelajari dalam organisasi yang sama.

karena ceritanya belum selesai, penulis tidak bisa berharap banyak pada ujung cerita.

saksikan dan doakan saja, agar keduanya tetap pada jalannya, tetap menjaga kesucian hatinya. hingga takdir membawa mereka pada kesempatan yang baik, dan semesta berjalan mengikuti irama takdirnya.

Senin, 08 April 2019

Kotak Kecil Bli

Bli, dan kotak kecilnya

didalamnya menyimpan rahasia. entah rahasia yang mana
aku takut, sungguh..

aku tak menyangka mata itu akan kutatap lekat dan kuberikan rasa percaya didalamnya, aku mendapatkannya pada dua bola mata itu.
aku tahu, dia orang pertama yang tahu, siapa sosok yang mengguncang semestaku.

sampai detik ini , semua itu hanya asumsi.
tapi tepat sekali dugaannya, aku sangat takut.

takut ? jadi ini dosa kah ?
aku sangat takut dan lebih menyeramkan lagi apabila aku terpancing untuk bertanya-tanya.

apakah aku melakukan sesuatu yang tercium oleh nya ?
apa aku seterlihat itu ketika senang bertemu dengannya ?
ataukah tingkahku sangat terbaca saat gugup dihadapannya ?
apakah bli tahu darinya ?

karena sejujurnya yang paling tahu diriku dengannya ya hanya kami, hanya kami dan Allah.
ya mungkin aku ceritakan, tapi tidak pada orang yang ada disekitar bli. dan ketika bli tahu, rasanya aku ingin bertaya bagaimana dia bisa tahu ? bukankah ini hanya diantara aku  dan dia ? apa bli tahu darinya ? geer sekali orang itu, kalau memang benar iya.

pikiranku ringan sekaligus berat setelah ini,

hikmahnya;
benar-benar tutup semua celah. tutup
bisa jadi bli tahu darimu, dari perkataanmu yang ambigu dan dia menyimpulkan sendiri.
bisa jadi bli terlalu peka,  hingga dentuman hatimu terasa ketika menceritakannya


Kamis, 04 April 2019

tempe 1000 dan buavita

tempe 1000 dan buavita


sore itu maskam ramai. pradugaku, dia disana. diantara lantunan yang kudengar.
semakin merasa hina, seperti biasa.

detik itu, aku tahu. aku sudah menyakiti satu ahti. dan entah itu akan membekas sedalam apa.
detik itu, aku cemburu. sangat. pada hidayah yang orang lain dapatkan.
detik itu, rasanya aku cangkang indah yang rapuh.

aku pulang, dengan tidak sadar terus berada dalam pikiran tentangnya.
dan sama sekali tidak menduga akan bertemu dengannya.

kesempatan itu memang ada, dan bisa diambil.
tapi bisa juga ditolak.
dan setan bekerja disini.

setelah mengambil sepeda, keluar gang menuju persimpangan jalan. di warung sembako itu seseorang berdiri, dengan gelang khas yang membuatku mengenalinya.

jangan tanya otakku, dia sedang menyingkronkan.
jangan tanya hatiku, dia pasti berkata iya.
tanya imanku ? malu sangat.

dan secepat itu, aku memberhentikan diri. membiarkan seolah2 ini sebuah ketidaksengajaan. aku mengambil kesempatan itu.

hanya 80% memang pradugaku, tapi aku memberhentikan sepeda di warung makan sebelahnya dan turun, mendekat ke meja saji, berbicara pada penjual setelah merogoh saku yang hanya ada uang 1000 rupiah.

aku menyadari dia melihatku, karena aku memang berencana menunduk. dan betapa malunya ketika hanya ada 1000 di sakuku ._. masa iya aku balik badan lalu pinjam uang ? jelas2 aku pura2 tidak tahu itu dia.

akhirnya, uang 1000 ditukar tempe.
berbalik badan dan aku sempat berpikir akan mengatakan apa.

kau tau bagaimana tampangnya saat itu ?
terheran heran sebenarnya aku.

seakan dia sengaja menunggu disana, diatas motornya, meminum buavita yang ia beli. terseyum kedepan. dan ketika aku datang, dia menengokkan kepalanya, masih dengan senyum yang sebelumnya dia siapkan.

aku ? ihh, apaan sih ini anak.
pertahananku cukup kuat. aku bisa mengendalikan diri dihadapannya. aku tidak kalah dengan senyum itu. aku tidak skakmat !

sepersekian detik hanya saling melihat, lalu aku melepas pandangan sambil menyapanya.
"oy, ... ko baru pulang" yang sepertinya dia tidak dengar karena aku pakai masker.

lalu dia bertanya,
"dimana sih kosnya ? di dama ?"

"engga" kubilang, bersamaan dengan dia yang memastikan ulang "ha?"

"enggaa, aku belok kiri"

...

naik sepeda, dan siap siap jalan.
"duluan ya, assalamualaikum"
tidak memastikan apakah terjawab atau tidak.

cukup.

pertama, dia berarti melihatku naik sepeda.
dua, aku gatau apa yang dia liat
tiga, aku malu


aaaak