Ternyata Allah bukakan mata hatiku dengan kejadian ini,
bahwa yang terpenting adalah jangan berharap pada manusia.
Aku tidak menyangka akan sesakit ini rasanya menyadari bahwa
orang yang kau anggap bak malaikat dengan mudahnya menggores luka dihatimu.
Ku kira dialah yang paling mengerti tentang perasaan, tapi
nyatanya justru dia buta.
Dia tidak melihat atau mungkin tidak merasa bahwa
perkataannya akan menyakiti,
bahwa lisannya tak menjaga hati orang lain.
Bukan, bukan itu gunanya perasaan.
Menjadi berperasa bukan berarti menjadi lemah, jangan
kambing hitamkan perasaan.
Sungguh,perasaan lebih menyiksa daripada fisik.
Aku memang lemah dalam fisik, mungkin pula lemah dalam
berperasa.
Seakan semua terlalu keras bagiku, dan kenyataannya
menghujam hingga tampiasnya benar-benar terasa.
Kau tahu ?
Aku sudah merasa setengah jalan menyebrangi samudra dalam
hatimu
Berenang bersama riak air hingga tingginya gelombang
Namun kini kusadari bahwa aku hanya sampai pada pantai
Dan lelahku kini baru mengantarku pada teluk menukik
diantara pantai dan lautan biru
aku baru sampai pada birumu yang sebenarnya
birumu bukan biru yang kumaksud
birumu gelap dan menakutkan
terlalu pekat,tidak tergradasi
biruku damai,beriak namun menenangkan
biruku kulihat pada laut yang lain
yang kukira laut itu hanya sebuah danau
ternyata kusalah tentangnya
pun tentangmu
kuingin coba susuri lagi laut lain
berharap temukan lautku yang dulu kulihat padamu
tapi kusadari
bahwa ini bukan cara yang tepat
sampai kapanpun tak akan cepat sampai
aku tidak ingin menjadi perenang handal
dalam lautan dosa pada tiap gelombangnya
aku tahu aku perlu kapal
yang dapat membawaku pada pemberhentian
harusnya kubuat dulu kapal itu
bukan langsung berenang tanpa bekal apapun
aku tahu kini, terimakasih
kau, si sepeda tua berkacamata
kini hanya bagian dari pembelajaranku saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar