jarak .
aku tersentuh atas jarak yang kau buat diantara kita.
aku mengahargai dan menyadari dengan yakin bahwa ini benar.
diammu mengajariku banyak hal dari sekedar kata-kata panjang dalam percakapan.
diammu adalah emas.
"terkadang diam lebih baik, tapi terkadang kita perlu berbicara agar yang lain diam"
begitu katamu,
sejujurnya semua yang kau katakan benar.
hanya aku saja yang terlambat menyadarinya.
kau katakan pada kami diawal, tentang kesungguhan
sungguh2 lah, jangan setengah2 disini
tapi semakin hari semakin kulihat
kau membagi hati
dan aku bertanya seperti itukah kesungguhan yang kau maksud ?
seakan kau pergi dengan yang lain
kau pun berkata, tidak bisa mengerti perasaan oranglain
jika tidak merasakannya sendiri
dan aku hanya anggap itu angin lalu
jelas kau sedang tertekan, mungkin hanya itu yang bisa kau katakan
dan lagi-lagi aku terlambat menyadari
bahwa itupun benar,
perasaan seutuhnya hanya kita dan Maha pencipta lah yang tahu
sebaik dan sepeka apapun orang lain, dia tidak akan benar-benar paham
kau pun benar,
benar-benar membagi hatimu
yang kusadari mungkin sebagian besar ada disana
tapi kuyakin ada serpihan hatimu disini
ingin ku dekat seperti yang lain padamu
dan berbisik meminta maaf atas segala kekeliruanku
lalu kuceritakan bagaimana dirimu dimataku
dan kudengar pula hal itu darimu
tapi untuk apalah
tidak akan berguna
justru akan menjadi pemberat dosa
sungguh aku tak bersedia melakukannya
biarlah nanti Allah yang mempertemukan
jika memang harus bertemu,akan ada jalannya
jika tidak, pasti ada rencana terbaik setelahnya
percaya sajalah
seperti katamu lagi,
"tidak perlu mencari, cukup menjadi. Maka akan datang dengan sendirinya menghampiri"
yap. setuju. selamat berbenah diri. semoga bertemu bidadar impian diujung penantian.
Minggu, 06 Agustus 2017
Ternyata
Ternyata Allah bukakan mata hatiku dengan kejadian ini,
bahwa yang terpenting adalah jangan berharap pada manusia.
Aku tidak menyangka akan sesakit ini rasanya menyadari bahwa
orang yang kau anggap bak malaikat dengan mudahnya menggores luka dihatimu.
Ku kira dialah yang paling mengerti tentang perasaan, tapi
nyatanya justru dia buta.
Dia tidak melihat atau mungkin tidak merasa bahwa
perkataannya akan menyakiti,
bahwa lisannya tak menjaga hati orang lain.
Bukan, bukan itu gunanya perasaan.
Menjadi berperasa bukan berarti menjadi lemah, jangan
kambing hitamkan perasaan.
Sungguh,perasaan lebih menyiksa daripada fisik.
Aku memang lemah dalam fisik, mungkin pula lemah dalam
berperasa.
Seakan semua terlalu keras bagiku, dan kenyataannya
menghujam hingga tampiasnya benar-benar terasa.
Kau tahu ?
Aku sudah merasa setengah jalan menyebrangi samudra dalam
hatimu
Berenang bersama riak air hingga tingginya gelombang
Namun kini kusadari bahwa aku hanya sampai pada pantai
Dan lelahku kini baru mengantarku pada teluk menukik
diantara pantai dan lautan biru
aku baru sampai pada birumu yang sebenarnya
birumu bukan biru yang kumaksud
birumu gelap dan menakutkan
terlalu pekat,tidak tergradasi
biruku damai,beriak namun menenangkan
biruku kulihat pada laut yang lain
yang kukira laut itu hanya sebuah danau
ternyata kusalah tentangnya
pun tentangmu
kuingin coba susuri lagi laut lain
berharap temukan lautku yang dulu kulihat padamu
tapi kusadari
bahwa ini bukan cara yang tepat
sampai kapanpun tak akan cepat sampai
aku tidak ingin menjadi perenang handal
dalam lautan dosa pada tiap gelombangnya
aku tahu aku perlu kapal
yang dapat membawaku pada pemberhentian
harusnya kubuat dulu kapal itu
bukan langsung berenang tanpa bekal apapun
aku tahu kini, terimakasih
kau, si sepeda tua berkacamata
kini hanya bagian dari pembelajaranku saja.
Langganan:
Postingan (Atom)