Kamis, 28 Desember 2017

bibit



Aku tahu sebentar lagi bibit ini akan tumbuh, tapitenang saja, saat ini aku sedang menyiraminya dengan kehangatan sembari membangun gerbang besar disekelilingnya agar dia aman.
Hey aku tidak bisa, aku tidak mampu. Aku bukanlah pengatur perasaan, maka kuputuskan untuk membiarkannya, yang bisa kulakukan hanya menjaganya, agar semuanya tumbuh tanpa terlihat. Sulit memang, tapi itulah tantangannya kan ?
Biarlah hanya aku dan Allah yang merawatnya.. kubiarkan dia mengkristal dan tetap hangat dalam gerbang itu. Suatu saat kau akan menemukan kuncinya, ataupun jikalau bukan dirimu, seseorang akan membukanya dengan gagah dan kubiarkan semua yang tersimpan menjadi miliknya seutuhnya.
.
.
Mt.manglayang
Aku lelah, jujur. Menahan diri untuk tidak melihatmu. Ah, bagaimanalah cara yang tepat untuk mencinati tanpa membakar diri sendiri ? jika ini bomerang, biarlah aku simpan saja. Dengan kau mengacuhkan, membuatku semakin tersiksa untuk melihat kenyataan.
Bukankah rasa sakit itu indah ? ketika hanya pada Allah lah kau mengadukannya.
Baiklah, kupasrahkan semua ini pada Allah.. biar Allah yang menjaga diri ini..
.
.
.
Jika kau tahu, senyuman manisku bukan hanya sekedar sapaan semata. Entah sesuatu bercampur didalamnya. Apakah aku menghianati pertemanan ?
Bukankah aku sendiri yang mengingatkan untuk tidak merasakan terlalu jauh tentang itu
Ahh
Sudah sudah, dia kakakku. Dan itu cukup.

Sehangat mentari


Mt. Pangrango


Ingatkah dulu ? setiap mata kita bertemu, ada semacam aliran hangat menjulur, menjadikan sekitarku terasa hangat bak sinar mentari.

Ingatkah dulu ? tanpa sengaja kita berpapasan, seperti ada sengatan listrik yang menjadikan hariku penuh energi, bahkan watt nya cukup untuk menerangi pagi, siang,malam, dan esok esoknya.

Ingatkah dulu ? saat mata itu menatapku, kupikir waktu berhenti untuk waktu yang lama, tak sadar bibir ini terkembang, dan mata kita masih saling melihat. Haduh, apa yang sebenarnya kulihat ?

Entahlah. Semua itu terekam dan sulit hilang.
Mengingatnya membuatku diperhatikan aneh sepanjang jalan, karena aku terus tersenyum dan tersenyum.

Hah, apa apaan aku ini, membuang waktu. Dia jelaslah belum tentu menjadi seperti yang aku bayangkan. Dia belum fix, aku tak tahu namanya ada disamping namaku atau tidak nantinya.

Oh ayolah, aku tidak berharap sejauh itu pula.
Aku hanya merasa hangat ketika itu. Seperti memiliki seseorang yang menghangatkan, merasa nyaman.

Mungkin kau benar, aku memang belum benar benar menitipkannya. Aku masih terus memikirkannya, menjadikannya objek pikiran yang sebenarnya tidak ada lagi. Ini salah. Harusnya aku tegas menitipkan.

Bagaimanalah ? setiap hari dalam hidup ini bergulir namanya. Bertemu dengannya mungkin kini menajd jarang, apakah itu akan menyakitkan ?
Harus kusadari bahwa suatu saat dia akan pergi, cepat atau lambat.
Aku takkan menyadari waktu bergulir begitu cepat. Sebentar lagi fkusnya akan berubah, dia akan segera lupa. Sebentar lagi dia menjauh, memikirkan masa depannya.
Sakitkah ? tidak. Seharusnya tidak. Mengapa aku memikirkan kehilangan yang sebenarnya belum 
terjadi ?
Mengingat waktu yang tersisa terus saja tergerus

Aku pernah bedoa pada-Nya, untuk membalikkan saja semuanya, jauhkan kita agar tak ada yang sakit, atau lebih tepatnya, diri ini yang sakit. Inginku untuk menjauhi lebih dulu, daripada harus terluka atas sikapnya yang menjauh. Aku tak bisa.

Memang semua sifat jengkelnya sungguh menikam hati, kadang tak berdaya menghadapinya. Tapi bagaimanapun juga, mereka tetaplah kakakku, sampai mereka meninggalkanku, membicarakan burukku, mereka tetaplah kakakku.

Aku benci jarak, dia menmbuatku  tak berkutik atas keheningan yang terjadi.
Tapi kadang pula, aku ingin berterimakasih padanya.
Karna jarak, aku tak perlu menjelaskan apapun atas batas yang ada saat ini.

Akan kutitipkan lagi, entah bagaimana nanti Allah mengembalikan rasa ini, atau menggantinya dengan yang lebih baik.

Ya Allah aku titip dia yang sehangat mentari ketika aku melihatnya, semoga kehangatan itu bermuaa pada sosok yang tepat.

Ya Allah kutitipkan dia yang matanya tajam bak elang sekaligus damai mengalir layaknya sungai. Aku tahu dia nsedang berjalan, entah matanta menangkapju atau tidak, atau aliran airnya melewati tanah gersangku, kupikir ada sesuatu yang kau siapkan untuk ini, pada kami. Entah apa. Jika tidak siap skrg, kutitipkan pada-Mu Ya Allah, ku tak mau mengganggunya.

Ya Allah, kutitipkan dia Ya Allah.. kutitipkan dia.. Jadikan ia baik untuk menjadi hamba-Mu. Jadikan ia lebihdekat dengan-Mu Ya Allah, semprnakan anugerah iman dan islam untuknya agar ia dapatmerasakan manisnya islam dan menjadi sosok yang benar-benar dipanut.

Sudah. Tak ada lagi.

Pra



pradiksar ini bagiku adalah dasar besar,yang terlewat.

Oh,aku benar-benar belum siap menghadapi ini.sampai kapan aku tak siap ?

Kenapa aku selalu diam? Selalu berada ppada zona aman,dimana mereka tidak akan menyerangku. Aku muak,sungguh.aku ingin berbicara,sekalipun itu hanya aku yang menerimanya.aku terlalu banyak merasa takut,aku terlalu takit diperhitungkan.aku terlalu takut untuk mengambil konsekuensi jika aku akan dijauhi,jikaaku akan kehilangan banyak halmanis dari mereka. 

Kenapa ? kenapa begitu ? jadilah dirimu sendiri ci, jangan pernah merasa harus didikte oleh oranglain. Kamu harus punya pendirian.kalau kamu merasa benar, katakan !!jangan kau simpan sendiri, mungkin butuh suara,tapi tetaplah pada pendirianmu.jangan merasa lemah.jangan menjudge diri sendiri bahwa kamu terlalu perasa,atau terlalu penuntut,jjur saja memang itu ada pada dirimu, tapi ayolah, kamu harus berkembang,terima konsekuensi, terima saran atau penolakan orang lain. Biar saja jika pandangan mereka berubah tentangmu.yang pentingsudah kau katakan.

Muak



aku muak, muak dengan penilaian oranglain tentangku.
Aku tak ingin berpura-pura. Biar saja orang itu tau bagaimana aku sebenarnya, toh sampai  kapan pun kebenarannya hanya aku yang tahu. Dia hanya menerka dari satu sisi.

Dia sepertinya selalu menatapku seakan aku manusia yang lemah, seakan aku rapuh, seakan aku tak bisa tegas. Akan kutunjukkan setegas apa aku. 

Dia mungkin mengira aku hanya bisa merasakan, tapi tak bisa mengatakan. Aku memang tak bisa dengan mudah menyuarakan isi hati dan mengubahnya menjadi kata-kata yang dapat dicerna pikiran,tapi bukan berarti aku hanya diam menuruti keinginan orang lain. Aku masih punya hati untuk menentangnya.

astagfirullah, sebaik baik penilai hanyalah Allah

Alone



DanauTelaga Biru, Mt.Pangrango


Disuatu waktu, kadang orang perlu teman bicara. Tentu tak semua orang bisa merespon seperti yg diinginkan, yang terpenting hanyalah mau mendengar untuk mengerti,bukan untuk merespon. Banyak orang tidak mengerti, atau tidak mau mengerti. Berpikir itu melelahkan, apalagi sendiri.

Bicara pada alam, alam akan menjawabmu dengan caranya sendiri. Pertanyaanmu,keresahanmu,terjawab oleh semilir angin, terlapangkan dengan hamparan seluas pandangan, teryakinkan oleh semua yang kau lihat diatas sana, bahwa kau bisa menjalaninya,bahwa semesta mendukungmu,dan percaya padamu. Itu sudah lebih dari cukup bukan ? lebih dari sekedar penilaian manusia.